Jumat, 01 Juni 2012

Hari Putri Lestari, Kawal Kasasi Kasus Marlena

BIDANG Kesehatan-Tenaga kerja-Perempuan-Anak (KTKPA) DPD PDI Perjuangan Jatim mengajak elemen masyarakat mengawal proses kasasi kasus penganiayaan dengan korban pekerja rumah tangga, Marlena, 17 tahun. Pasalnya, vonis hakim pengadilan tinggi (PT) tidak mencerminkan adanya pembelaan penegak hukum terhadap anak, perempuan, dan pekerja rumah tangga.
Rendahnya vonis hakim sejatinya bukan hanya pada persoalan hukum semata yang tidak memperhatikan nilai keadilan berkembang di masyarakat. Kasus ini juga menjadi cermin kegagalan pemerintah dalam menyosialisasikan Undang-undang 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Ketua Bidang KTKPA Hari Putri Lestari mengungkapkan kekecewaanya atas putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Surabaya. Pendampingan yang dilakukan pihaknya bersama para aktivis untuk Marlena selama 17 kali persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya seperti tak ada artinya.

Betapa tidak, majelis hakim PT menjatuhkan vonis kepada terdakwa Eddy, Hosea, Ezra, dan Rony dengan hukuman 9 bulan 15 hari. Padahal, sebelumnya, putusan PN mengganjar para terdakwa dengan vonis 3 tahun penjara. Sementara terdakwa lainnya, Tan Fang May diputus PT 9 tahun penjara dari putusan di persidangan di bawahnya 7 tahun penjara.

"Pada kasus ini sejatinya kami berharap adanya hukuman yang lebih tinggi untuk terdakwa sebagai efek jera agar nantinya tidak ada Marlena-Marlena baru," kata perempuan yang akrab disapa Tari ini, Sabtu (24/3).

Kasus ini bakal berlanjut ke Mahkamah Agung. Lantaran itu, "Kami bersama para aktivis peduli anak, perempuan dan pekerja rumah tangga siap bergerak lagi untuk mengawal proses hukumnya di MA nanti. Kami akan minta hearing dengan pihak MA," ujarnya.

Kegagalan Sosialisasi

Kasus Marlena menunjukkan kegagalan eksekutif maupun legislatif dalam menyosialisasikan UU perlindungan anak dan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Sejumlah pasal dalam kedua undang-undang sudah jelas memaktubkan perlindungan dari negara kepada anak, perempuan, maupun pekerja rumah tangga.

Dijelaskan Tari, rambu-rambu perlindungan kepada PRT diatur dalam pasal 1 ayat 1. Pasal tersebut menyebutkan, "Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."

Pasal lainnya, kata Tari, adalah pasal 2 (1c) yang berbunyi, "Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut." Dan, berikutnya, pasal 2 menegaskan, "Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c -Pasal 2 (1c)- dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan." (her)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar