Kamis, 27 Desember 2012

POLITIK PEREMPUAN DALAM KONSEP KEKINIAN


POLITIK PEREMPUAN
Silvia Kurnia Dewi
(Departemen Perempuan DPD PDI Perjuangan Jatim)

Politik secara umum dapat diartikan sebagai proses pembentukan atau pembagian kekuasaan yang berwujud dalam pembuatan keputusan. Secara khusus, 'politik perempuan‘ diartikan  usaha, kegiatan dan upaya yang bertujuan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan dan perundangan dalam berbagai hal yang berdampak langsung bagi kaum perempuan.
Saat ini kebutuhan hidup sehari-hari semakin tidak terjangkau bagi sebagian kalangan. Harga daging yang tidak terjangkau bahkan bagi pedagang sekalipun juga mempersulit rakyat. Harga kebutuhan pokok yang semakin melambung tidak diikuti dengan penghasilan yang melambung juga. Rakyat miskin semakin miskin, sementara yang kaya semakin kaya. Siapa yang paling dirugikan? Tentu saja rakyat miskin. Namun, perempuanlah yang paling merasakan dampaknya? Mengapa?
Karena perempuan adalah ‘bendahara’ rumah tangga. Perempuan yang paling tahu total pengeluaran sehari-hari. Dan perempuan pula yang harus mengelola agar pengeluaran tidak lebih besar dari pemasukan. Namun seringkali perempuan juga disalahkan karena dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga. Oleh karenanya perempuan dipaksa memutar otak agar kebutuhan keluarga tercukupi dan anggota keluarga terjamin kesejahteraannya. Disadari atau tidak sebenarnya perempuan telah berpolitik.
Sebagian orang menganggap bahwa berpolitik merupakan sesuatu yang buruk, kasar, kotor dan hal-hal negative lainnya. Namun banyak yang tidak memahami bahwa sebenarnya berpolitik itu sangat melekat dalam kehidupan sehari-hari. Ruang lingkup politik bisa berada di ranah  publik yaitu di masyarakat, negara  (eksekutif, legislatif, yudikatif, partai politik, kebijakan negara). Namun politik juga bisa berada di ranah  domestik yaitu di ranah keluarga (perkawinan, kesejahteraan, dll). Perempuan tidak menyadari bahwa didalam ranah privat dan domestiknya dibutuhkan sebuah proses politik.
Politik selalu dibayangkan sebagai sesuatu yang formal-partai, negara, keras, kotor, kejam dan itu jauh dari keseharian perempuan. Faktanya, berpolitik tidak lepas dari keseharian perempuan itu sendiri. Misalnya, perempuan tidak mempunyai peluang dan kekuasaan dalam urusan dirinya sendiri, keluarga : perkawinan, melahirkan, KB, pekerjaan dll.
Konstitusi menjamin hak Perempuan untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, untuk memilih dan dipilih, untuk berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan publik dan memegang jabatan disemua tingkatan pemerintahan, untuk berorganisasi  yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat dan politik negara serta untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan lembaga negara yang menyimpang dari kewenangannya.
Namun selama ini perempuan dipandang hanya sebagai penerima kebijakan publik, bukan sebagai bagian dari actor. Partisipasi politik perempuan juga rendah dikarenakan stereotipe bahwa perempuan lemah, tidak rasional, hanya mampu mengurusi urusan domestik dll.
Berbagai masalah yang menimpa perempuan seperti Kekerasan terhadap perempuan, diskriminasi, kemiskinan dan lain-lain, akan lebih cepat dapat diselesaikan dengan adanya kebijakan yang melindungi perempuan. Kualitas hidup perempuan tidak bisa dipisahkan dari kebijakan publik yang dibuat oleh lembaga politik.
Namun selama ini perempuan justru menghindari berkiprah dalam politik atau peluang perempuan terbatas untuk berkecimpung dalam politik. Hal ini dikarenakan Keterbatasan pengetahuan perempuan tentang politik serta munculnya berbagai stigma tentang politik (kotor, kejam, keras) membuat perempuan cenderung enggan. Selain itu, stereotipe yang dilekatkan pada perempuan bahwa perempuan itu lemah, tidak tegas, tidak mampu memimpin, dll membuat perempuan semakin tidak percaya diri. Kurangnya dukungan dari pengambil kebijakan  tentang “afirmative action” bagi perempuan juga turut mempengaruhi minimnya partisipasi perempuan dalam politik.
Sudah saatnya hal-hal tersebut diubah. Antara lain dengan meningkatkan pemahaman perempuan tentang politik dan meluruskan stigma negative tentang politik. Perempuan harus mulai berpartisipasi dalam perumusan kebijakan, mulai dari level RT hingga pusat agar kebutuhan perempuan dapat diakomodir. Tentunya dengan diimbangi dengan pemberdayaan untuk peningkatan kapasitas perempuan agar terlibat dalam  pembuatan kebijakan dan kepemimpinan. (Red)







Minggu, 16 Desember 2012

DAFTAR UMK JATIM 2013 UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA DI JAWA TIMUR


UPAH MINIMUM JATIM UMK 2013 Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, menetapkan upah minimum 38 kabupaten/kota di daerahnya, melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2012 tentang upah minimum Jatim UMK 2013.

Berdasarkan Pergub yang ditandatangani Sabtu (24/11/2012) tersebut, UMK di Kota Surabaya dan Gresik menjadi yang tertinggi Rp 1,74 juta sedangkan yang terendah di Kabupaten Magetan dengan Rp 866.250.

"UMK yang ditetapkan gubernur ini menjadi jalan tengah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan buruh," ujar Ketua Dewan Pengupahan Provinsi Jatim Edi Purwinarto, Minggu (25/11/2012). Berikut adalah rincian besaran UMK 2013 Jatim di tiap kabupaten/kota di Jawa Timur :

1. Kota Surabaya Rp 1.740.000.

2. Kabupaten Gresik Rp 1.740.000.

3. Kabupaten Pasuruan Rp 1.720.000.

4. Kabupaten Sidoarjo Rp 1.720.000.

5. Kabupaten Mojokerto Rp 1.700.000.

6. Kabupaten Malang Rp 1.343.700.

7. Kota Malang Rp 1.340.300.

8. Kota Batu Rp 1.268.000.

9. Kabupaten Jombang Rp 1.200.000.

10. Kabupaten Probolinggo Rp 1.198.600.

11. Kota Pasuruan Rp 1.195.800.

12. Kabupaten Tuban Rp 1.144.400.

13. Kota Kediri Rp 1.128.400.

14. Kabupaten Sampang Rp 1.104.600.

15. Kota Probolinggo Rp 1.103.200.

16. Kabupaten Jember Rp 1.091.950.

17. Kabupaten Kediri Rp 1.089.950.

18. Kabupaten Banyuwangi Rp 1.086.400.

19. Kabupaten Lamongan Rp 1.075.700.

20. Kabupaten Pamekasan Rp 1.059.600.

21. Kabupaten Situbondo Rp 1.048.000.

22. Kota Mojokerto Rp 1.040.000.

23. Kabupaten Bojonegoro Rp 1.029.500.

24. Kabupaten Lumajang Rp 1.011.950.

25. Kabupaten Tulungagung Rp 1.007.900.

26. Kabupaten Bangkalan Rp 983.800.

27. Kabupaten Sumenep Rp 965.000.

28. Kabupaten Madiun Rp 960.750.

29. Kabupaten Nganjuk Rp 960.200.

30. Kota Madiun Rp 953.000.

31. Kabupaten Blitar Rp 946.850.

32. Kabupaten Bondowoso Rp 946.000.

33. Kota Blitar Rp 924.800.

34. Kabupaten Ponorogo Rp 924.000.

35. Kabupaten Trenggalek Rp 903.900.

36. Kabupaten Ngawi Rp 900.000.

37. Kabupaten Pacitan Rp 887.250.

38. Kabupaten Magetan Rp 866.250.

Sumber: http://mediaberitabaru.blogspot.com/2012/11/daftar-umk-jatim-2013-upah-minimum.html#_