Jumat, 15 Juni 2012

Posko Pengaduan Permasalahan Kesehatan, Tenaga Kerja, Perempuan, dan Anak

DPD PDI Perjuangan Jatim, Bidang Kesehatan, Tenaga Kerja, Perempuan, dan Anak, membuka posko pengaduan permasalahan kesehatan, tenaga kerja, perempuan, dan anak.

Pusat Layanan Informasi:
call center  : 0822 6465 9000
posko        : Jl. Raya Kendangsari Industri, No.57 Surabaya
email          : poskopengaduan.ktpa.pdipjatim@gmail.com
blog           : http://www.ktpajatim.blogspot.com

kami akan berusaha semaksimal mungkin mendampingi dan memberi solusi atas permasalahan-permasalahan kesehatan, tenaga kerja, perempuan, dan anak yang terjadi di Jawa Timur, khususnya wilayah Surabaya, Sidoarjo, Gersik, Pasuruan, dan Mojokerto.

Senin, 04 Juni 2012

Bersama PMII Malang dalam Pengembangan Kader Perempuan JATIM

“Perempuan tidak boleh diam. Karena seluruh kebijakan pemerintah juga mempengaruhi kehidupan perempuan. Dan kebijakan itu adalah hasil keputusan politik. Jika ingin turut serta dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, maka harus mau terjun dalam dunia politik”. Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Bidang Tenaga Kerja, Kesehatan, Perempuan dan Anak DPD PDI Perjuangan Jatim, ibu Hari Putri Lestari, SH, MH. Hal tersebut disampaikan dalam Sarasehan”Peran Perempuan dalam Pengembangan jawa Timur” pada tanggal 1 Juni 2012 di gedung Pascasarjana UIN Malang yang diselenggarakan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kader Putri  (LP2KP), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Sunan Ampel Malang.

Ibu Hari Putri Lestari menjelaskan lebih lanjut bahwa selama ini meskipun paket UU Politik telah menjamin adanya affirmative action 30% kuota untuk perempuan, namun faktanya tidak semudah itu bagi perempuan untuk bisa masuk ke dalam dunia politik. Banyak tantangan yang harus dihadapi. Hal ini juga dipertegas oleh Dr. Hj. Istiadah, MA, salah satu narasumber dari Akademisi UIN Malang. Bahwa selama ini masih kuat stereotype negative di masyarakat yang justru menghambat bagi perempuan untuk terjun dalam politik seperti anggapan bahwa perempuan tidak bisa mengambil keputusan secara rasional, dll.

Padahal permasalahan perempuan di Jawa Timur masih banyak yang belum terselesaikan. Seperti disampaikan oleh Dra. Hj. Uji Asiyah, M.Si dari PW Muslimat Jawa Timur, bahwa angka kekerasan terhadap perempuan masih cukup tinggi. Perlu ada kebijakan khusus  untuk mengatasi hal tersebut.

Oleh karenanya ibu Hari Putri Lestari menghimbau sekaligus menantang kader-kader putri yang berkualitas untuk ikut terjun ke dalam dunia politik dan turut mengambil peran dalam pembangunan Jawa Timur yang lebih baik.

Jumat, 01 Juni 2012

Hari Putri Lestari, Kawal Kasasi Kasus Marlena

BIDANG Kesehatan-Tenaga kerja-Perempuan-Anak (KTKPA) DPD PDI Perjuangan Jatim mengajak elemen masyarakat mengawal proses kasasi kasus penganiayaan dengan korban pekerja rumah tangga, Marlena, 17 tahun. Pasalnya, vonis hakim pengadilan tinggi (PT) tidak mencerminkan adanya pembelaan penegak hukum terhadap anak, perempuan, dan pekerja rumah tangga.
Rendahnya vonis hakim sejatinya bukan hanya pada persoalan hukum semata yang tidak memperhatikan nilai keadilan berkembang di masyarakat. Kasus ini juga menjadi cermin kegagalan pemerintah dalam menyosialisasikan Undang-undang 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan UU 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Ketua Bidang KTKPA Hari Putri Lestari mengungkapkan kekecewaanya atas putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi Surabaya. Pendampingan yang dilakukan pihaknya bersama para aktivis untuk Marlena selama 17 kali persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya seperti tak ada artinya.

Betapa tidak, majelis hakim PT menjatuhkan vonis kepada terdakwa Eddy, Hosea, Ezra, dan Rony dengan hukuman 9 bulan 15 hari. Padahal, sebelumnya, putusan PN mengganjar para terdakwa dengan vonis 3 tahun penjara. Sementara terdakwa lainnya, Tan Fang May diputus PT 9 tahun penjara dari putusan di persidangan di bawahnya 7 tahun penjara.

"Pada kasus ini sejatinya kami berharap adanya hukuman yang lebih tinggi untuk terdakwa sebagai efek jera agar nantinya tidak ada Marlena-Marlena baru," kata perempuan yang akrab disapa Tari ini, Sabtu (24/3).

Kasus ini bakal berlanjut ke Mahkamah Agung. Lantaran itu, "Kami bersama para aktivis peduli anak, perempuan dan pekerja rumah tangga siap bergerak lagi untuk mengawal proses hukumnya di MA nanti. Kami akan minta hearing dengan pihak MA," ujarnya.

Kegagalan Sosialisasi

Kasus Marlena menunjukkan kegagalan eksekutif maupun legislatif dalam menyosialisasikan UU perlindungan anak dan UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Sejumlah pasal dalam kedua undang-undang sudah jelas memaktubkan perlindungan dari negara kepada anak, perempuan, maupun pekerja rumah tangga.

Dijelaskan Tari, rambu-rambu perlindungan kepada PRT diatur dalam pasal 1 ayat 1. Pasal tersebut menyebutkan, "Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga."

Pasal lainnya, kata Tari, adalah pasal 2 (1c) yang berbunyi, "Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut." Dan, berikutnya, pasal 2 menegaskan, "Orang yang bekerja sebagaimana dimaksud huruf c -Pasal 2 (1c)- dipandang sebagai anggota keluarga dalam jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan." (her)